Zakat Biji - Bijian, Emas Dan Perak
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Zakat merupakan suatu kewajiban bagi umat
Islam yang digunakan untuk membantu masyarakat lain, menstabilkan ekonomi
masyarakat dari kalangan bawah hingga kalangan atas, sehingga dengan adanya
zakat umat Islam tidak ada yang tertindas karena zakat dapat menghilangkan
jarak antara si kaya dan si miskin. Oleh karena itu, zakat
sebagai salah satu instrumen negara dan juga sebuah tawaran solusi untuk
menbangkitkan bangsa dari keterpurukan. Zakat juga sebuah ibadah mahdhah yang
diwajibkan bagi orang-orang Islam, namun diperuntukan bagi kepentingan seluruh
masyarakat.
Zakat merupakan suatu ibadah
yang dipergunakan untuk kemaslahatan umat sehingga dengan adanya zakat (baik
zakat fitrah maupun zakat maal) kita dapat mempererat tali
silaturahmi dengan sesama umat Islam maupun dengan umat lain.
Oleh karena itu kesadaran untuk menunaikan
zakat bagi umat Islam harus ditingkatkan baik dalam menunaikan zakat fitrah
yang hanya setahun sekali pada bulan ramadhan, maupun zakat maal yang
seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan zakat dalam yang telah ditetapkan
baik harta, hewan ternak, emas, perak dan sebagainya.
1.2.
Rumusan Masalah
Sesuai
dengan latar belakang di atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah
diantaranya adalah :
1. Bagaimanakah dalil kewajiban
mengeluarkan zakat emas, perak dan perhiasan lainnya?
2. Berapa nishab emas dan berapa
jumlah yang wajib dizakatkan?
3. Berapa nishab perak dan berapa
jumlah yang wajib dizakatkan?
4. Bagaimnakah cara menghitung dan
mengeluarkan zakat emas dan perak?
5. Apakah perhiasan selain emas
dan perak wajib dizakati?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Zakat
Zakat adalah salah satu rukun Islam.
Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan bertambah. Dan menurut syari’at berarti
sedekah wajib dari sebagian harta. Sebab dengan mengeluarkan zakat, maka
pelakunya akan tumbuh mendapat
kedudukan tinggi di sisi Allah SWT dan
menjadi orang yang suci serta disucikan[1]. Juga bisa berarti berkah, bersih,
suci, subur, dan berkembang maju. Dapat kita ambil kesimpulan bahwa kita
sebagai umat muslim telah diwajibkan oleh Allah SWT untuk mengeluarkan zakat,
seperti firman Allah SWT “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan
taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat”. (QS An-Nur 56).
Dalam buku lain juga disebutkan,
salah satu tugas ekonomi penting kaum muslimin adalah zakat. Al-Quran
menyebutkan zakat setelah menyebutkan sholat ini menunjukkan betapa pentingnya
masalah zakat karena ia merupakan tanda keimanan seseorang dan modal
keselamatannya
Dalam ayat yang lain, Allah
menjelaskan bahwa orang yang mentaati perintah Allah khususnya dalam menunaikan
zakat, niscaya Allah akan memberikan rahmat kepada kita dan kita akan
dikembalikan kepada kesucian atau fitrah seperti bayi yang baru dilahirkan ke
muka bumi ini atau seperti kertas putih yang belum ada coretan-coretan yang
dapat mengotori kertas tersebut, seperti firman-Nya “Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu bersihkan dan sucikan mereka dan
berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya dosa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa
bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS At-Taubah 103).
Zakat itu wajib dharurah dalam
agama. Dan yang mengingkarinya dianggap telah keluar dari Islam. Imam Shadiq
berkata, “Sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi para fuqara harta yang
dapat mencukupi hidup mereka di dalam harta orang-orang kaya.
Jika Allah mengetahui bahwa hal itu
tidak mencukupi, tentu Allah akan menambahnya. Mereka menjadi fuqara bukan
karena tidak ada bagian dari Allah untuk mereka, tetapi karena orang-orang kaya
itu tidak mau memberikan hak para fuqara
tersebut. Seandainya setiap orang kaya menunaikan kewajiban mereka, maka para
fuqara akan hidup dengan baik”.[3] Adapun orang-orang yang berkewajiban
mengeluarkan zakat yaitu harus baligh, berakal, dan hartanya milik penuh.
2.1.2 Makna Zakat Secara Bathiniah
1. Pengucapan
dua kalimat syahadat merupakan langkah yang mengikatkan diri seseorang dengan
tauhid disamping penyaksian tentang keesaan Al-Ma’bud yakni Allah SWT.
2. Menyucikan
diri dari sifat kebakhilan.
Sebab
kebakhilan termasuk dalam muhlikat (sifat-sifat yang menjerumuskan ke dalam
kebinasaan). Firman Allah SWT, “Ambillah zakat dari sebagian harta meraka.
Dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman mereka dan Allah Maha mendengar
lagi mengetahui.” (QS. At Taubah: 103)
3. Mensyukuri
Ni’mat.
4. Mengikis
sifat kebakhilan dari dalam hati serta memperlemah kecintaan kepada harta.
Firman Allah SWT, “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta
yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan
itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka.”(Q.S. Ali
Imran : 180)
5. Menganjurkan
secara tidak langsung kepada orang lain untuk berzakat atau bersedekah juga.
6. Mempererat hubungan antara si kaya dan si
miskin.
2.2.
Macam-Macam Zakat
Macam-macam zakat secara garis besar ada dua macam yaitu zakat harta benda atau
maal dan zakat fitrah. Ulama madzhab sepakat bahwa tidak sah mengeluarkan zakat
kecuali dengan niat.
2.2.1 Zakat Maal
Maal sendiri menurut bahasa berarti harta. Jadi, zakat maal yaitu zakat yang
harus dikeluarkan setiap umat muslim terhadap harta yang dimiliki, yang telah
memenuhi syarat, haul, dan nishabnya.
2.2.2 Zakat Fitrah
Zakat fitrah disini berarti juga zakat badan
atau tubuh kita. Setiap menjelang Idul Fitri orang Islam diwajibkan membayar
zakat fitrah sebanyak 3 liter dari jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
Hal ini ditegaskan dalam hadist dari Ibnu Umar, katanya “Rasulullah SAW mewajibkan
zakat fitrah, berbuka bulan Ramadhan, sebanyak satu sha’ (3,1 liter) tamar atau
gandum atas setiap muslim merdeka atau hamba, lelaki atau perempuan.“(H.R.
Bukhari).
2.3.
Harta
Benda Yang Wajib Dizakati
Al-Qur’an mengungkapkan tentang orang-orang fakir, bahwa mereka betul-betul
suatu kelompok yang mempunyai hak bagi harta-harta benda orang kaya, seperti
yang di ungkapkan surat Al-Dzariat ayat 19:
“Dan pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang
miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian“[9]
2.3.1. Emas dan Perak
Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga
sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang
berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang
(potensial) berkembang. Oleh karena itu, syara’ mewajibkan zakat atas keduanya,
baik berupa uang, leburan logam, bejana, suvenir, ukiran, atau yang lain.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada
waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang
seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk ke
dalam kategori emas dan perak, sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat
disetarakan dengan emas dan perak.
Perhitungannya bisa di sederhanakan seperti, nishab emas = 20 misqol atau 20
dinar, menurut mayoritas Ulama beratnya 91 23/25 misqol. Nisab perak = 200 Dirham, menurut
mayoritas Ulama = 642 gram. Kadar zakat emas dan perak adalah 2,5%. Semua Ulama
fiqih berpendapat sama dalam hal itu, namun dalam ranah bentuk, Imamiyah,
mewajibkan zakat pada emas dan perak jika ada dalam bentuk uang, tidak wajib
dizakati dalam bentuk batangan atau perhiasan.
v Landasan Disyariatkannya
Zakat Emas, Perak dan Perhiasan
Ketahuilah bahwa
emas dan perak mencakup segala sesuatu yang terbuat dari keduanya, seperti uang
logam, perhiasan , lempengan-lempengan dari keduanya, dan sejenisnya. Emas dan
perak disebut juga dengan mata uang, karena kedua jenis logam inilah yang
menjaadi standart uang internasional terutama emas. Kewajiban zakat atas
emas dan perak ini ditegaskan dalam Al-Quran, As-Sunnah dan ijma’.
Para ulama sepakat tentang wajibnya zakat atas
perhiasan emas dan perak bila itu adalah perhiasan yang haram untuk dipakai
(untuk laki-laki), atau disiapkan untuk diperdagangkan atau sejenisnya.
v Nishab Zakat Emas dan Jumlah yang Wajib Dizakati
Nishob zakat emas
adalah 20 mitsqol atau 20 dinar. Satu dinar setara dengan 4,25 gram emas.
Sehingga nishob zakat emas adalah 85 gram emas (murni 24 karat) . Jika emas
mencapai nishob ini atau lebih dari itu, maka ada zakat. Jika kurang dari itu,
tidak ada zakat kecuali jika seseorang ingin bersedekah sunnah.
Dasar nishab emas dan perak, dijelaskan dalam hadist yang
diriwayatkkan oleh Imam Abu Daud, dari Ali bin Abi Thalib ra, bahwa Rasulullah
saw bersabda:
اذاكا نت لك ما ئتا درهم وحا ل عليها الحول ففيها خمس درا هم . وليس
عليك شئ- يعنى فى الذ هب- حتى يكون لك عشرون د ينا را وحا ل عليها الحو ل ففيها
نصف دينا ر وما زا د فبحسا به.
Artinya:
“Apabila engkau memiliki 200 dirham dan telah sampai setahun, maka
zakatnya lima dirham. Dan tiada wajib zakat atasmu- pada emas- hingga engkau
memiliki 20 dinar, dan telah cukup setahun lamanya. Maka zakatnya setengah
dinar, sedangkan lebihnya, diperhitungkan seperti itu juga”.
Dirham dan dinar
yang dimaksudkan di dalam hadist tersebut ialah: satuan mata uang perak dan
emas, yang merupakan standrat zakat perak dan emas di dalam syari’at islam.
Pengertian dinar ini, disebut juga
dengan mitskal. Jadi 20 dinar, sama dengan 20 mitskal, dan istilah mitskal
inilah yang sering kita jumpai di dalam kitab-kitab Fiqih mengenai zakat emas.
Ø Ketentuan Zakat Emas :
1. Milik orang islam
2. Mencapai haul
3. Mencapai nishab, 85 gram
emas murni
4. Besar zakat 2,5 %
Ø Syarat Wajibnya Zakat Emas,
Perak
1. Telah mencapai nishob.
2. Telah berputar selama 1
haul (tahun hijriah).
3. Harus berupa emas murni
atau perak murni (24K/99%), bukan campuran. Jika campuran, walaupun mencapai
nishob, maka tidak ada kewajiban zakatnya, sebab berat aslinya kurang dari itu.
Besarnya zakat
emas adalah 2,5% atau 1/40 jika telah mencapai nishob. Contohnya, emas telah
mencapai 85 gram, maka besaran zakat adalah 85/40 = 2,125 gram. Jika timbangan
emas adalah 100 gram, besaran zakat adalah 100/40 = 2,5 gram.
v Cara Menghitung Zakat Emas Dan Perak
Untuk membayar zakat emas dan perak ada dua cara.
1.
Cara pertama: Membeli emas atau perak sebesar
zakat yang harus ia bayarkan, lalu memberikannya langsung kepada siapa saja
yang berhak menerimanya.
2.
Cara kedua: Ia membayar zakat emas dan perak
dengan uang yang berlaku di negerinya sejumlah harga zakat (emas atau perak)
yang harus ia bayarkan pada saat itu. Sehingga yang harus dilakukan terlebih
dahulu adalah menanyakan harga beli emas atau perak per gram saat
dikeluarkannya zakat. Jika ternyata telah mencapai nishob dan haul, maka
dikeluarkan zakat sebesar 2,5% (1/40) dari berat emas atau perak yang dimiliki
dan disetarakan dalam mata uang di negeri tersebut.
Sebagai contoh
(ilustrasi); bila harga emas murni Rp.550.000,-/gram, dan perak murni
8.000,-/gram. Maka cara mengetahui nishob dan kadar zakatnya dalam bentuk emas
atau uang (nilainya) adalah sebagai berikut:
Nishob emas = 85 gram x Rp.550.000,-/gram = Rp.46.750.000,-
Nishob perak = 595 gram x Rp.8.000,-/gram = Rp.4.760.000,-
1.
Contoh 1: Harta yang dimiliki adalah 100 gram
emas murni (24 karat) dan telah berputar selama setahun. Berarti dikenai wajib
zakat karena telah melebihi nishob.Zakat yang dikeluarkan (dengan emas) = 1/40
x 100 gram emas = 2,5 gram emas Zakat yang dikeluarkan (dengan uang) = 2,5 gram
emas x Rp.550.000,-/gram = Rp.1.375.000,-
2.
Contoh 2: Harta yang dimiliki adalah 700 gram
perak murni dan telah berputar selama setahun. Berarti dikenai wajib zakat
karena telah melebihi nishob.Zakat yang dikeluarkan (dengan perak) = 1/40 x 700
gram perak = 17,5 gram perak Zakat yang dikeluarkan (dengan uang) = 17,5 gram
perak x Rp.8.000,-/gram perak=Rp.140.000,-
Dalil kewajiban zakat emas
dan perak adalah berdasarkan firman Allah SWT. Dalam Al-qur’an surat At-Taubah
ayat 34-35 :
وَالَّذِينَ
يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ
بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى
بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ
لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُون
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka
akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari di panaskan emas perak itu dalam
neraka jahannam , lalu di bakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung
mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : Inilah harta bendamu yang kamu simpan
untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu
simpan itu.” (QS. At Taubah: 34-35).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
2.3.2. Hasil Tambang dan Tanaman Jahiliyah
Tambang adalah emas dan perak yang digali dari bumi yang ada sejak semula.
Zakatnya adalah 2,5% atau 1/40, dengan syarat cukup satu nishab, dan tidak di
syaratkan sampai haul. Tanaman jahiliyah adalah emas dan perak yang ditanam
atau disimpan manusia sebelum diangkat Rasulullah SAW. Zakatnya adalah 20%,
dengan syarat cukup nishab, dan tidak di syaratkan haul.
2.3.3. Penemuan
benda-benda terpendam (Rikaz)
Yang dimaksud benda-benda terpendam disini ialah berbagai macam harta benda
yang disimpan oleh orang-orang dulu di dalam tanah, seperti emas, perak,
tembaga, pundi-pundi berharga dan lain-lain. Para ahli fiqih telah menetapkan
bahwa orang yang menemukan benda-benda ini diwajibkan mengeluarkan zakatnya
seperlima bagian (20%), berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh jama’ah ahli
hadis, yang menyatakan bahwa rikaz itu harus dikeluarkan zakatnya
seperlima bagian”. Dan para ulama sepakat bahwa tidak ada ketentuan tentang
batas waktu satu tahun untuk mengeluarkan zakatnya. Akan tetapi kewajiban itu
harus dilakukan pada waktu itu juga.
2.3.4. Barang Perdagangan
Semua harta benda yang diperdagangkan apabila memenuhi syarat, wajib dizakati.
Dan syarat harta dagangan supaya wajib dizakati menurut madzhab Syafi’i ada 6
macam :
1. Harta
dagangan itu dimiliki dengan cara jual beli, bukan dengan warisan.
2. Harta
benda itu diniatkan untuk diperdagangkan.
3. Harta
benda itu tidak ada maksud untuk dipakai sendiri.
4.
Berjalan haul satu tahun semenjak memiliki barang dagangan itu.
5. Harta
dagangan itu tidak ditukar menjadi mata uang, emas, dan perak.
6. Sampai
harga barang dagangan itu di akhir tahun, satu nishab.
Zakat harta dagang itu wajib menurut empat madzhab, tetapi menurut Imamiyah
adalah sunnah[13]. Zakat harta perdagangan 2,5% atau 1/40.
Menurut mayoritas ulama zakat barang dagangan haruslah uang, tidak boleh benda
dari dagangan tersebut.
2.3.5. Makanan Pokok dan Buah-buahan
Semua ulama madzhab sepakat bahwa jumlah (kadar) yang wajib dikeluarkan dalam
zakat tanaman dan buah-buahan adalah sepuluh persen (10%), kalau tanaman dan
buah-buahan tersebut disiram air hujan atau dari aliran sungai. Tapi jika air
yang digunakannya dengan air irigasi (dengan membayar) dan sejenisnya, maka
cukup mengeluarkan lima persen (5%).[14] Namun menurut Imamiyah, ukuran zakatnya harus sesuai dengan[15]:
1.
Hasil panen yang pengairannya
dari air hujan dan air sungai secara alami, diluar usaha petani, maka ukuran zakatnya adalah 1/10.
2.
Hasil panen yang pengairannya
dengan alat seperti timbal atau diesel, maka ukuran zakatnya adalah 1/20.
3.
Hasil panen yang pengairannya
dengan kedua-duanya, maka ukuran zakatnya adalah 1/10 untuk setengahnya dan 1/20untuk setengah lainnya.
Adapun syarat zakat makanan pokok dan buah-buahan menurut
Imam Syafi’i ada 3 macam :
1.
Biji-bijian yang menjadi
makanan pokok dan tahan disimpan
2.
Cukup satu tahun yaitu Ausuq =
653 kg (beras).
3.
Makanan pokok dan buah-buahan
itu milik orang tertentu
Mayoritas ulama fiqih berpendapat tidak wajib zakat biji-bijian dan buah-buahan
kecuali makanan pokok dan tahan disimpan. Madzhab Syafi’i berpendapat
buah-buahan yang dizakati hanya dua macam, yaitu tamar dan anggur, sedangkan
biji-bijian yang wajib dizakati adalah gandum, beras, kacang adas, kacang
kedelai, dan jagung. Dan juga menurut madzhab Syafi’i tidak wajib dizakati
buah-buahan seperti mentimun, semangka, delima dan lain-lain. Karena Rasulullah
memaafkannya, sesuai dengan hadistnya yang berbunyi :
لَيْسَ فِي الْخَضْرَوَاتِ صَدَقَةٌ
Dalam sayur-sayuran tidak ada sedekah/zakat
Hadist tersebut statusnya mursal, namun menurut Imam Syaukani[17] hadist mursal boleh dijadikan Hujjah, jika di kuatkan oleh
ulama-ulama mujtahid. Hal ini sesuai dengan kaidah yang berbunyi:
وَالْمُرْسَلُ حُجَّةٌ اِذَا
اعْتَضَدَّ بِقَوْلِ أَكْثَرِ أَهْلِ عِلْمٍ وَهُوَ مَوْجُوْدٌ هُنَا
Hadist mursal patut dijadikan argumentasi, bila
dikukuhkan oleh pendapat kebanyakan ahli ilmu, dan hal ini memang terjadi pada
masalah zakat.
Para ahli fiqih sependapat bahwa zakat makanan pokok dan buah-buahan adalah
satu persepuluh (1/10), bila pengairannya tidak membutuhkan biaya banyak
seperti air hujan dan irigasi, dan jika diairi dengan membutuhkan biaya yang
banyak maka zakatnya 1/20, seperti diairi dengan memakai binatang atau mesin.
Sesuai dengan hadist Nabi :
فِيْمَا سَقَطَ السَّمَاءُ
وَالْعُيُوْنُ اَوْكَانَ عَشْرِيَا الْعَشْرِ وَمَا سَقِيَ بِالنَّضْحِ نِصْفُ
الْعَشْرِ (رواه الجماعة)
Menurut jumhur ulama zakat biji-bijian dan buah-buahan wajib dikeluarkan dari
benda biji-bijian dan buah-buahan tersebut, tidak boleh dari benda lain.
Menurut Madzhab Syafi’i bila panen pertama tidak cukup senishab, maka hasil
panen pertama digabungkan dengan hasil panen kedua, jika antara masa
panen pertama dengan panen kedua tidak lebih dari 12 bulan (qomariah), yang
menjadi patokan dalam hal ini adalah masa panennya bukan masa menanam dan
menabur benihnya.
Sedangkan menurut Imamiyah, biji-bijian yang wajib dizakati hanya gandum. Dan
buah-buahan yang wajib dizakati hanya kurma dan anggur. Selain yang disebutkan
diatas, tidak wajib dizakati, tetapi sunnah untuk dizakatinya.
2.3.6. Zakat
Tanaman (Buah-Buahan dan Biji-Bijian)
Hendaklah hasil tanah
mencapai Nisab, yang sudah di bersihkan, ialah 5 wasak, sedang yang masih
berkulit nisabnya 10 wasaq. dikenakan zakatnya 10% jika diairi dengan air hujan, air sungai, siraman air yang
tidak memerlukan biaya. Jika diairi dengan air
yang di beli atau dengan memakai biaya maka
zakatnya setengah dari 10% yakni 5%. Semua hasil
bumi yang sudah masuk, wajib dikeluarkan zakatnya, termasuk yang dikeluarkan
untuk upah memanen dan transportasi.
Menghitung nisab
buah-buahan, seperti buah kurma dan anggur, dilakukan dengan perhitungan
setelah keduanya menjadi kering. Yakni kurma yang masih basah (disebut ruthob)
menjadi kurma, dan anggur menjadi kismis. Demikian pula biji-bijian, setelah
kering dan dibersihkan dari kulitnya. Maka seandainya beras akan disimpan
sebelum dibersihkan dari gabahnya, hitungan nisabnya dilipatgandakan
Zakat Biji- Bijian
Biji-bijian yang wajib dizakati
- Jenis tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya yaitu semua tanaman yang
diusahakan oleh manusia serta miliknya. Adapun syarat –syarat wajib zakat biji
–bijian adalah :
1. Tanaman
makanan pokok dan bisa mengenyangkan seperti padi, jagung, gandum dan sagu.
2. Tanaman
itu diusahakan manusia, yakni ditanam, dipelihara dengan baik dan milkinya.
3. Jumlah
panen keseluruhan mencapai nishab.
Adapun syarat bagi orang yang
diwajibkan mengeluarkan zakat biji-bijian adalah :
1.
Islam
a.
Merdeka
b.
Milik sempurna
c.
Sampai nishab
d.
Biji tanaman itu ditanam oleh
manusia
e.
Biji makanan itu mengenyangkan
v Nishab dan besarnya zakat biji
–bijian
Nishab zakat biji – bijian, jika sudah bersih dari
kulitnya adalah 5 wasaq atau 300 sha =930 liter=690 kg (7 kwintal). Jika biji
–bijian itu masih berkulit maka nishabnya adalah 10 wasaq atau 1380kg (14
kwintal).
Nishab biji –bijian adalah 5 wasaq itu berarti 5x 6 sha
‘=300 sha. 1 sha =3,1 liter. Zakat biji –bijian adalah 300 sha’ artinya 300 x
3,1 liter=930 liter. Hal ini sesuai
dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya: “ Tidak ada sedekah
(zakat)pada biji-bijian dan buah-buahan sehingga mencapai 5 wsaq.(H.R. Muslim)
Adapun besarnya zakat
biji-bijian ada 2 macam.
Apabila hasil biji-bijian yang ditanam diairi dengan air
hujan, air sungai dan air tanah serta menggarapnya tanpa mengeluarkan biaya
(ongkos),maka besar zakatnya 10% atau 1/10 dari jumlah seluruhnya. Contohnya seorang
petani sawah tadah hujan, waktu panen hasilnya mencapai 1.000 liter. Maka zakat
yang harus dikeluarkan adalah 1/10 % X 1.000 =100 liter.
Apabila hasil bijji –bijian yang ditanam diairi dengan
alat yang memakai biaya, sep erti dengan mesin air, kincir air atau dengan
tenaga manusia yang memakai upah maka zakatnya 5% atau 1/20 %
BAB
III
3.1 Kesimpulan
Zakat adalah salah satu rukun
Islam. Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan bertambah. Dan menurut syari’at
berarti sedekah wajib dari sebagian harta, sebab dengan mengeluarkan zakat,
maka pelakunya akan tumbuh mendapat kedudukan tinggi di sisi Allah SWT dan
menjadi orang yang suci serta disucikan. Juga bisa berarti berkah, bersih,
suci, subur, dan berkembang maju.
Harta-harta
yang wajib dizakati diantaranya emas dan perak, hasil tambang dan tanaman
jahiliyah,penemuan benda-benda terpendam (rikaz), barang dagangan, makanan
pokok dan buah-buahan, binatang ternak, perusahaan dan penghasilan. Sedangkan
para mustahiq zakat yaitu fuqara, masakin, amilin, muallaf, riqab, ghorimin,
sabilillah, dan ibn sabil.
Bahwasanya kewajiban mengeluarkan zakat emas dan perak
telah di jelaskan dalam al Qur’an dan hadis. Ayat al Qur’an yang menjelaskan
tentang kewajiban mengeluarkan zakat emas dan perak adalah surat At Taubah:
34-35. Kewajiban ini apabila sudah memenuhi syarat-syarat yang telah dijelaskan
diatas. Nisab bagi emas ialah apabila telah mencapai 85 gram emas (murni 24
karat), sedangkan nisab bagi perak ialah apabila telah mencapai 200 dirham atau
595 gram (murni) dan kedua-duanya harus sudah berputar selama 1 tahun (haul).
Adapun zakat perhiasan selain emas atau perak seperti
intan, batu safir, dsb, itu tidak wajib untuk mengelurkan zakatnya. Akan tetapi
jika perhiasan itu terdiri dari unsure-unsur emas atau perak maka cukup dengan
memperkirakannya, jika emas yang terkandung dalam perhiasan tersebut telah
mencapai nishab, maka wajib bagi pemiliknya untuk berzakat dari emas itu.
Al-Ghazali. Rahasia Puasa dan Zakat. 2003. Bandung: Penerbit
Karisma.
Mughniyah, M. Jawad. Fiqih Imam Ja’far Shadiq. 2009. Jakarta: Lentera.
Mughniyah, M. Jawad. Fiqih Lima Mazhab. 2004. Jakarta: Lentera.
Khomeini, Ayatullah. Puasa dan Zakat Fitrah. 2001. Bandung: Yayasan Pendidikan Islam 1 Jawad.
Qardawi, Dr. Yusuf. Hukum Zakat. 2004. Bogor: Pustaka Litera
Antar Nusa.
Zadeh, M. Husein Falah. Belajar Fiqih untuk Tingkat
Pemula. 2008. Iran: Lembaga Internasional Ahlul Bait.
0 komentar:
Post a Comment